Banda Aceh-Rencana Irwandi Yusuf untuk membeli pesawat khusus seharga Rp 86 miliar, terus menuai kecaman. Tak hanya dari wakil rakyat, pengamat hukum, bahkan dari rakyat Aceh sendiri terus mengingatkan orang nomor satu di provinsi ini, agar jangan 'jatuh ke lubang yang sama' mengikuti jejak mantan Gubernur Aceh lalu, Abdullah Puteh yang kini masih menjalani hukumannya.
“Nanti terjadi mark up harga, pesawat bekas yang sudah usang, gubernurnya masuk penjara. Ini yang kita khawatirkan. Coba lihat, itu mantan gubernur Abdullah Puteh, sekarang di penjara. Helinya parkir di Blang Bintang. Ironisnya lagi sekarang status kepemilikan bermasalah, apakah milik Abdullah Puteh atau milik pemerintah Aceh,” ujar Syarwan Hamid, warga Kota Banda Aceh kepada koran ini kemarin.
Namun, lanjutnya, banyak pihak khawatir rencana gubernur tersebut bukan hanya keinginan Irwandi sendiri, tapi ada pihak atau perusahaan yang mempengaruhi gubernur untuk membelinya.
Syarwan Hamid menambahkan, zaman khalifah Umar mengendarai onta dan masuk ke rumah-rumah orang miskin untuk memastikan apakah mereka makan atau tidak sudah memadai. Namun, sekarang kebanyakan gubernur memiliki pesawat khusus.
Syarwan bilang, tidak berlebih-lebihan kalau gubernur punya pesawat atau heli operasional khusus. Sekarang jalan Banda Aceh-Medan sering macet. Kadang gubernur berkeinginan secepat kilat meluncur ke daerah-daerah tertentu, untuk membantu rakyat yang dilanda musibah atau kepentingan lainnya, tetapi kalau ada kemudahan anggaran.
Penghasilan Rakyat Hanya Rp 50 Ribu per Minggu
Sementara itu Pakar Hukum dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Prof.DR.Husni Jalil, SH.MH, mengatakan, "apa kata rakyat Aceh, kalau gubernur beli pesawat, tetapi rakyat masih banyak berada di bawah garis kemiskinan.” Lagipula, kata Husni Jalil, perlu dilihat ada permalasahan apa dibalik permohonan gubernur membeli pesawat (dinas).
Pertanyaan lainnya, ujar Ketua Program Studi S2 Hukum Unsyiah, ini apa urgen-nya membeli pesawat itu, padahal kalau diperhatikan selama ini, sarana jalan lah yang perlu penanganan khusus dari pemerintah Aceh, agar lancer urusan ke daerah-daerah, bukan membeli pesawat.
Menurutnya, pembelian pesawat masih belum sepenting untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh yang memang masih sebagian besar berada di bawah garis kemiskinan. Untuk itu, lanjutnya, perlu dicari mengapa harus membeli pesawat dan apa ada masalah di balik permohonan itu.
“Saya baru mengikuti sebuah kegiatan dan terungkap disana bahwa masih banyak penghasilan rakyat sebesar Rp50.000/minggu. Itu artinya, rakyat masih miskin dan seharusnya otonomi daerah yang salah satunya untuk mensejahterakan rakyat dapat berjalan lancar,” ujarnya lagi.
Gubernur Mengkaji Ulang
Sementara itu, legislatif sendiri masih menolak rencana Gubernur Aceh ini. Ketua DRR Aceh Sayed Fuad Zakaria mengungkapkan, alasan yang dikemukakan gubernur belum pas tentang keefesienan membeli pesawat dinas tipe Beechcraft King Air B200GT buatan Eropa.
Apalagi, pengusulan rencana ke dewan itu, diketahui meminjam uang dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh dengan cicilan selama tiga tahun sebesar Rp86,4 miliar. Walaupun alasannya karena untuk melancarkan tugas gubernur ke daerah-daerah di Aceh, ujar Sayed Fuad Zakaria, kepada wartawan, kemarin, namun, pihaknya meminta agar gubernur mengkaji ulang rencananya tersebut.
Dia mengungkapkan, pesawat dengan baling-baling dua dengan 12 seat, harganya bias mencapai lebih dari yang diajukan itu, apalagi ditambah bunga cicilan selama 2010 hingga 2012. Sementara itu, ujarnya, biaya cicilan diambil dari anggaran pendapatan dan belanja aceh (APBA).
Dalam pengusulannya, harga pesawat mencapai Rp 1,4 miliar, termasuk PPN dan PPH serta biaya operasional tahun pertama sebesar Rp 4,9 miliar dan juga operasional tahun kedua Rp 4,5 miliar. (ian)
-
No comments:
Post a Comment